Membongkar Cinta

“Fall in love only when you’re ready, not when you’re lonely!” kira-kira begitulah sebuah kalimat yang ditulis seorang teman dalam statusnya di sebuah situs jejaring sosial.

Bagi saya, pesan dari kalimat itu adalah sebuah innate knowledge, sesuatu yang sebetulnya saya ketahui, namun tidak saya sadari karena pengetahuan ini tidak didapat melalui proses learning seperti Matematika. Saya tahu bahwa ketika jatuh cinta, kita itu harus SIAP. Siap-nya sih bisa macem-macem. Siap secara mental, artinya mental kita kuat gak untuk jatuh cinta? Berani gak kita mengungkapkan cinta kita itu? Siap gak kalau nantinya kita ditolak? Terus yang terpenting adalah siap gak menjadi pasangan yang baik apabila cinta kita “bertepuk dua belah tangan?” Dan the last but not least, siap secara finansial! Kita tidak dapat menyangkal kalau yang namanya pacaran itu butuh biaya, berapapun itu. Atau mungkin masih ada siap-siap yang lainnya? Silahkan anda tambahin sendiri, saya sih agak kurang ahli dalam masalah ginian mah. Maklumlah, di usia yang sudah se-per-empat abad ini, saya memang tidak terlalu banyak memiliki pengalaman dalam hal membangun hubungan dengan lawan jenis, bisa dihitung sama jari kalau menurut bahasa populernya mah (koq jadi curcol ya?)

OK kita lupakan saja curhatan saya yang gak penting itu. Kita kembali ke Mr. Siap! Anda siap?

Ya, mungkin ini adalah jawaban atas kegagalan-kegagalan kita dalam bercinta (haha… bercinta, geli ngetiknya juga) seringkali kita gak sadar bahwa kita belum siap untuk jatuh cinta. Seringkali kita jatuh cinta karena lokasi (cinlok), karena situasi (cinsit), dan atau karena kondisi (cinkon)

OK, saya akan kasih contoh dari ketiga cinta tersebut berdasarkan pengalaman pribadi saya (kali ini bukan curcol, hanya memberi contoh)
Baca lebih lanjut